This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 26 November 2011

Artikel "Siapkan Anak Cerdas"


SIAPKAN ANAK CERDAS

Pada suatu hari, Eliana, Pamannya, Husna, dan Azzam berangkat ke Solo dengan mobil Toyota Fortuner milik Eliana. Ketika dalam perjalanan Husna bertanya kepada Eliana, mengapa ada negara lebih maju dari negara lain dan ada negara yang ketinggalan dari negara lain. Kemudian Eliana menjawab bahwa suatu negara lebih maju dari negara lain karena negara itu lebih hebat kerja kerasnya. Mereka bekerja dengan pikiran cerdas mereka dan selalu memanfaatkan waktu untuk bekerja. Sedangkan suatu negara ketinggalan dari negara lain karena negara itu sangat parah malasnya. Mereka membuang-buang waktu untuk hal yang percuma. Mendengar penjelasan Eliana, Husna berpikir alangkah dahsyatnya jika Eliana itu berjilbab dan menggunakan pikiran cerdasnya untuk membela agama Allah.
Dari cerita singkat  tersebut, tergambar bahwa kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT yang diberikan kepada manusia. Kecerdasan adalah salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Kecerdasan dipandang sebagai kemampuan belajar dari pengalaman masa lalu. Kecerdasan dipandang pula sebagai kemampuan seseorang untuk menguasai berbagai macam keterampilan. Kecerdasan antara orang yang satu dengan yang lain berbeda-beda, tergantung pada orang itu sendiri. Orang yang malas sebagian besar mempunyai kecerdasan yang rendah. Sebaliknya, orang yang rajin sebagian besar mempunyai kecerdasan yang tinggi.
Dalam diri manusia terdapat 7 macam kecerdasan yang harus dikembangkan. Kecerdasan tersebut yaitu kecerdasan linguistik, logika-matematika, interpersonal, extrapersonal, spasial/visual, musikal, dan kinestik-jasmani. Kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam hal mengolah kata. Sedangkan kecerdasan logika-matematika berkaitan dengan angka dan logika. Sebagian besar dari kita mungkin tidak mampu mengoptimalkan ketujuh kecerdasan tersebut. Umumnya kita berada di antara kecerdasan tersebut. Ada yang menonjol di satu kecerdasan, sementara lemah di kecerdasan yang lain.
Meskipun kita tidak bisa mengoptimalkan ketujuh kecerdasan tersebut, namun kita berhak untuk disebut cerdas. Karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna, kecuali Zat yang Maha Kuasa. Bukan berarti jika kita tidak menguasai ketujuh kecerdasan tersebut kita disebut bodoh. Sebenarnya semua orang di dunia ini tidak ada yang bodoh. Tinggal bagaimana orang tersebut mengasah otaknya agar menjadi cerdas.
Setiap orang tua pasti ingin mempunyai anak yang cerdas. Oleh karena itu, seorang anak perlu diberikan perhatian khusus yang dapat merangsang kecerdasan anak, terutama ketika masih dalam kandungan. Perhatian tersebut misalnya, dibacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an, didengarkan musik, dan juga diberikan nutrisi yang cukup agar ia tumbuh sehat. Seorang anak juga memerlukan didikan dan bimbingan dari orang tua sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang berbudi pekerti baik. Didikan tersebut akan sangat bermanfaat setelah ia tumbuh dewasa nanti.
Cara paling utama yang dapat membuka pintu kecerdasan adalah membaca. Dengan membaca wawasan dan ilmu kita akan semakin luas. Membaca juga tidak sebatas materi pelajaran di sekolah saja, tetapi juga bacaan lain yang bermanfaat. Misalnya, membaca majalah, koran, surat kabar, dan lain-lain. Membaca juga bisa membangkitkan semangat dan membuka ide-ide cemerlang untuk kemajuan diri. Selain membaca, kita juga harus belajar dengan giat. Kita harus belajar setiap hari walaupun hanya sebentar saja.
  Ketekunan, keuletan, dan kegigihan sangat penting dalam belajar. Dengan sikap-sikap tersebut maka hasil yang diperoleh akan lebih memuaskan. Sikap-sikap tersebut dapat meningkatkan semangat serta kefokusan. Sebagai seorang muslim dan muslimah yang baik kita harus bias mengembangkan sikap-sikap tersebut. Dalam Q.S.Thoha ayat 114 dan Q.S.Al-Isra’ ayat 84 memerintahkan kita untuk bersikap tekun. Dalam Q.S.Yusuf ayat 87 juga memuat perintah untuk bersikap ulet (tidak mudah putus asa). Ayat tersebut berbunyi “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah SWT, Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum kafir.” Ayat tersebut mengandung makna bahwa kita tidak boleh putus asa dan harus selalu bersikap optimis.
Kecerdasan dalam diri seseorang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor biologis, lingkungan, budaya, bahasa, masalah etika, dan media massa. Faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh yang penting bagi perkembangan kecerdasan manusia. Faktor lingkungan memberikan pengaruh yang cukup besar. Lingkungan yang baik akan membuat seseorang lebih mudah dalam belajar. Dengan begitu, ilmu yang didapatkan akan mudah terserap ke otak. Selain lingkungan, media massapun turut merangsang kecerdasan. Media massa misalnya, televisi, biasanya menayangkan siaran-siaran pendidikan dan juga informasi lainnya.
Sekolah dapat menjadi agen penyalur kecerdasan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memberikan hal baru yang diperlukan seseorang yang belum ia dapat di lingkungan keluarga. Peranan sekolah bagi perkembangan kecerdasan anak cukup besar. Melalui guru, sekolah dapat mendorong modalitas belajar dan membantu anak menghubungkan keterampilan dengan berkembangnya berbagai kecerdasan. Dengan begitu, siswa akan dapat memanfaatkan apa yang telah ia dapatkan kelak di tengah-tengah masyarakat.
Banyak anak-anak yang mampu bersekolah. Namun, mereka tidak memanfaatkan kesempatan yang ada dan malah menyia-nyiakannya. Padahal, di luar sana masih banyak anak yang tidak mampu yang ingin sekolah. Pengorbanan orang tua yang telah membanting tulang untuk menyekolahkan anaknya menjadi sia-sia dan tidak membuahkan hasil. Harapan orang tua agar anaknya menjadi anak yang cerdas tidak akan terwujud. Hal seperti itu akan merugikan diri sendiri yang akhirnya akan menyesal.
Agar menjadi orang yang cerdas kita harus menuntut ilmu. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut tertera di dalam hadis Rosululloh SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barr. Rosulullloh juga menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu ke tempat yang jauh, tidak hanya di lingkungan sekitar saja. Ilmu pengetahuan mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia jika ingin hidup berkembang maju dan dinamis. Menuntut ilmu akan membuat seseorang menjadi cerdas. Orang yang berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan Q.S.Al-Mujadilah ayat 11, yang berbunyi “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
  Kecerdasan banyak sekali manfaatnya bagi kehidupan. Jika semua orang yang tinggal di suatu negara cerdas maka negara akan menjadi maju. Negara akan mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas sehingga sumber daya alam yang tersedia bisa diolah dengan baik, efisien, dan maksimal. Dengan begitu, perekonomian negara menjadi maju dan tumbuh dengan baik. Pengangguran dan kemiskinanpun akan berkurang. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat akan terwujud.
Apabila semua orang cerdas khususnya para remaja maka akan memberikan keuntungan bagi bangsa. Mereka akan menjadi generasi penerus bangsa yang baik. Selain itu, akan menjadi generasi yang bisa memajukan bangsanya. Mereka akan berjuang demi kepentingan bangsa dan negaranya. Mereka juga akan menjadi contoh yang baik bagi generasi muda penerus bangsa yang akan datang.
Kecerdasan akan lebih baik lagi jika dimanfaatkan untuk kepentingan agama, misalnya melalui pengajian. Kecerdasan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan agama. Sehingga bisa menggugah hati umat Islam agar senantiasa mengingat Zat yang Maha Menciptakan. Selain itu, agar umat Islam bisa menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dengan kecerdaan maka umat manusia akan dapat membedakan hal baik dan buruk. Dengan demikian, akan tercipta umat manusia yang berkualitas dalam ibadahnya.
Kecerdasan juga bermanfaat bagi diri sendiri dan keluarga. Orang tua akan bahagia jika anaknya cerdas. Karena jika anaknya cerdas berarti pengorbanan orang tua selama ini tidak sia-sia. Dengan kecerdaan, kemungkinan besar masa depan akan cerah. Meskipun yang menentukan tetaplah Allah SWT. Tetapi kita harus tetap berusaha dan berdo’a.
Seandainya kita menjadi orang cerdas kita tidak boleh sombong. Kita harus tetap rendah hati. Allah SWT saja tidak sombong, mengapa manusia sombong. Yang boleh menyombongkan diri hanyalah Allah SWT. Allah SWT bisa saja mencabut kecerdasan manusia dalam waktu sekejap jika Dia mau.
Sudah terbukti bahwa kecerdasan membawa banyak manfaat. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba untuk menjadi cerdas. Tuntutlah ilmu setinggi-tingginya. Mari kita ciptakan negara yang maju. Negara yang rakyatnya makmur dan sejahtera. Ayo kita ciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berwibawa. Manfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin. Karena waktu adalah modal paling berharga yang dimiliki umat manusia.

Jumat, 25 November 2011

Kitab Brahmana (Sejarah_X)


KITAB BRAHMANA
Brahmana adalah salah satu golongan karya atau warna dalam agama Hindu. Mereka adalah golongan cendekiawan yang mampu menguasai ajaran, pengetahuan, adat, adab hingga keagamaan. Di jaman dahulu, golongan ini umumnya adalah kaum pendeta, agamawan atau brahmin. Mereka juga disebut golongan paderi atau sami. Kaum Brahmana tidak suka kekerasan yang disimbolisasi dengan tidak memakan dari makluk berdarah (bernyawa). Sehingga seorang Brahmana sering menjadi seorang Vegetarian.
Brahmana adalah golongan karya yang memiliki kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan baik pengetahuan suci maupun pengetahuan ilmiah secara umum. Dahulu kita bertanya tentang ilmu pengetahuan dan gejala alam kepada para brahmana. Bakat kelahiran adalah mampu mengendalikan pikiran dan prilaku, menulis dan berbicara yang benar, baik, indah, menyejukkan dan menyenangkan. Kemampuan itu menjadi landasan untuk mensejahterakan masyarakat, negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu pengetahuannya, menjadi manggala (yang dituakan dan diposisikan secara terhormat), atau dalam keagamaan menjadi pemimpin upacara keagamaan.

Zaman Brahmana
Pada zaman ini ditandai dengan munculnya kitab Brahmana, kitab ini memuat tentang himpunan doa-doa serta penjelasan upacara korban dan kewajiban-kewajiban Keagamaan. Disusun dalam bentuk prosa yang ditulis oleh bangsa Arya yang bermukim dibagian timur India. Jumlah kitab brahmana banyak, antara lain:

Pada zaman Brahmana juga timbul perubahan suasana yang bercirikan antara lain:
@     Korban atau yajna mendapat tekanan yang berat.
@     Para pendeta menjadi golongan yang sangat berkuasa
@     Munculnya perkembangan kelompok-kelompok masyarakat dengan berjenis-jenis pasraman
@     Dewa-dewa menjadi berkembang fungsinya
@     Munculnya kitab-kitab Sutra

Ciri-ciri perkembangan kehidupan beragama pada zaman brahmana ini, hidup manusia dapat dibedakan menjadi empat asrama sesuai dengan varna dan dharmanya, yaitu:
z     Brahmacari, yaitu masa belajar, mencari ilmu pengetahuan,
z     Grhastha, yaitu tahap hidup berumah tangga dan menjadi keluarga,
z     Vanaprastha yaitu mulai melepaskan diri dari gemerlap duniawi atau pertapa,
z     Sannyasin, yaitu kewajiban hidup mininggalkan sesuatu.

Kitab Weda (Sejarah_X)


KITAB WEDA

Pengertian Weda
Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan
ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi.
Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang
mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda
adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya
mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha
sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda
dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang
diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga
disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian
yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh
diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.

Bahasa Weda
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta
dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang
berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam
mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam
Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis
penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi
Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi
Wararuci.
Bahasa Sanskerta Weda atau disingkat sebagai bahasa Weda adalah bahasa yang dipergunakan di dalam kitab suci Weda, teks-teks suci awal dari India. Teks Weda yang paling awal yaitu Ṛgweda, diperkirakan ditulis pada milennium ke-2 SM, dan penggunaan bahasa Weda dilaksanakan sampai kurang lebih tahun 500 SM, ketika bahasa Sanskerta Klasik yang dikodifikasikan Panini mulai muncul.
Bentuk Weda dari bahasa Sanskerta adalah sebuah turunan dekat bahasa Proto-Indo-Iran, dan masih lumayan mirip (dengan selisih kurang lebih 1.500 tahun) dari bahasa Proto-Indo-Europa, bentuk bahasa yang direkonstruksi dari semua bahasa Indo-Eropa. Bahasa Weda adalah bahasa tertua yang masih diketemukan dari cabang bahasa Indo-Iran dari rumpun bahasa Indo-Eropa. Bahasa ini masih sangat dekat dengan bahasa Avesta, bahasa suci agama Zoroastrianisme.

Pembagian dan Isi Weda
Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan
oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu
banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar
yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk
menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang
telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun
temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional
ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok
Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku
pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti,
keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan
kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.
Srutistu wedo wijneyo dharma
sastram tu wai smerth,
te sarrtheswamimamsye tab
hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).
Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)
Weda khilo dharma mulam
smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).
Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). Dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri). Srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).
Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.
Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama
ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.
Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan
diuraikan tiap-tiap bagian dari Weda itu sebagai berikut:

SRUTI
Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi
Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang
diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat
kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau
Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan).
Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:

Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.
Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua.
Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan
seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping
menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu.
Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.

Sama Weda Samhita.
Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-
lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.

Yajur Weda Samhita.
Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg.
Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan
mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur
Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi
Waisampayana.

Atharwa Weda Samhita
Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa
Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah
doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu
Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.

Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat
diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan
ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah
Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.
Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah
penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara.
Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan
Upanisad.

Kitab Aranyaka  isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan
Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan
mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang
hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta
dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha
sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.

SMERTI
Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini
didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi.
Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni
kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.

Kelompok Wedangga:
Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
(1). Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta
rendah tekanan suara.

(2). Wyakarana (Tata Bahasa)
Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta
menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa
bantuan pengertian dan bahasa yang benar
(3). Chanda (Lagu)
Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu.
Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan
Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang
mudah diingat.
(4). Nirukta
Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.
(5). Jyotisa (Astronomi)
Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang
diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata
surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam
pelaksanaan yadnya.
(6). Kalpa
Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis
isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang
Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara
melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan
upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai
peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah
tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang
peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat
peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura,
Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur
Kelompok Upaweda:
Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok
Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
(1). Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata.
Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam
tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun
ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara
Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian
yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat
populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin
ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh
maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan  keluarga Bharata dan
menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari
arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan "asa" artinya adalah "sesungguhnya
kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang
memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu.
Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa ,Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa,
Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa,
Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.
Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab
Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna
tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.
(2). Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan
silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan
bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa
dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-
pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat
pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-
doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara
keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke
tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat
pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai
madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana,
Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana,
Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana,
Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
(3) Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran
ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma
atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini
adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal
di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan
Parasara dan Rsi Canakya.
(4) Ayur Weda
Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai
sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh
karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda
meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya,
Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-
obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu
toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.
Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi
Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan,
Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan
embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan
Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan
Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok
ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam
pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.
(5) Gandharwaweda
Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku
penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi
Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-
lain.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak
buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-
kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-
kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta.
Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan
mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan
betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam
ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap
satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan
dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.
Lima tahap berbeda bisa dibedakan dalam perkembangan bahasa Weda.
  1. Rgweda. Kitab Rgweda mengandung paling banyak bentuk arkhais dari semua teks-teks Weda dan masih pula banyak mengandung unsur-unsur bersama bahasa Indo-Iran baik dalam bentuk bahasa maupun isi teks, yang tidak diketemukan dalam teks-teks Weda lainnya. Kecuali beberapa bagiannya, (buku ke-1 sampai ke-10), diperkirakan kitab Rgweda sudah selesai ditulis pada tahun 1500 SM.
  2. Bahasa Mantra. Periode ini mencakup baik mantra maupun bahasa prosa dalam kitab Atharwaweda (Paippalada dan Shaunakiya), Rgweda Khilani, Samaweda Samhita (yang mengandung kurang lebih 75 mantra yang tidak ada dalam kitab Rgweda), dan mantra-mantra Yajurweda. Teks-teks ini sebagian besar diambil dari Rgweda, namun sudah banyak berubah, baik dari segi linguistik maupun tafsirnya. Beberapa perubahan penting termasuk berubahnya kata wiá¹£wa "semua" menjadi sarwa, dan meluasnya bentuk dasar verba kuru- (dalam kitab Rgweda tertulis krno-). Masa ini bertepatan dengan munculnya awal Zaman Besi di barat laut India (besi pertama kali disebut dalam kitab Atharwaweda), dan munculnya kerajaan Kuru, kurang lebih pada abad ke-12 SM.
  3. Teks prosa Samhita. Periode ini memiliki ciri khas munculnya pengkoleksian dan kodifikasi kanon Weda. Sebuah perubahan linguistik penting ialah menghilangnya injunktivus nd dalam modus-modus aoristus. Bahagian komentar Yajurweda (MS, KS) termasuk pada periode ini.
  4. Teks prosa Brahmana. Teks-teks Brahmanas sendiri dari Catur Weda termasuk periode ini, begitu pula Upanishad yang tertua (BAU, ChU, JUB).
  5. Bahasa Sutra. Ini adalah tahap terakhir bahasa Sanskerta Weda sampai kira-kira tahun 500 SM, mengandung sebagian besar Åšrauta dan Grhya Sutra, dan beberapa Upanishad (misalkan KathU, MaitrU. Beberapa kitab Upanishad yang lebih mutakhir termasuk masa pasca-Weda).
Sekitar tahun 500 SM faktor-faktor budaya, politik dan linguistik memberikan sumbangan dalam mengakhiri periode Weda. Kodifikasi ritus-ritus Weda mencapai puncaknya, dan gerakan-gerakan tandingan seperti Wedanta dan bentuk-bentuk awal agama Buddha, yang lebih suka menggunakan bahasa rakyat Pali daripada bahasa Sanskerta dalam menuliskan teks-teks mereka, mulai muncul. Raja Darius I dari Persia menginvasi lembah sungai Indus dan pusat kekuasaan politik di India mulai pindah ke arah timur, ke sekitar sungai Gangga.

Kitab Upanishad (Sejarah_X)


KITAB UPANISHAD
Upanisad disusun dalam jangka waktu yang panjang, upanisad yang tertua diantaranya Brhadaranyaka Upanisad dan Chandogya Upanisad, diperkirakan disusun pada abad ke delapan sebelum masehi. Merujuk pada Ashtadhyayi yang disusun oleh Maharsi Panini, jumlah upanisad yang ada sebanyak 900. Begitu pula Maharsi Patanjali menyatakan jumlah yang sama. Namun saat ini kebanyakan sudah musnah seiring dengan waktu.
Kitab-kitab Upanisad diperkirakan muncul setelah kitab-kitab Brahmana yaitu sekitar 800 tahun sebelum Masehi. Jumlahnya amat banyak, lebih dari 200 judul, namun Muktika Upanisad menerangkan jumlahnya 108 buah dan banyak di antaranya berasal dari jaman yang tidak terlalu tua. Upanisad-Upanisad tua dan penting ialah:

  • Isa Upanisad
  • Kena Upanisad
  • Katha Upanisad
  • Prasna Upanisad
  • Mundaka Upanisad
  • Mandukya Upanisad
  • Taittiriya Upanisad
  • Aitareya Upanisad
  • Chandogya Upanisad
  • Brhadaranyaka Upanisad
  • Kausitaki Upanisad
  • Maitrayaniya Upanisad
·         SvetasvataraUpanishad


Kata Upanisad artinya duduk di bawah dekat guru. Kata ini erat hubungannya dengan sakhas yaitu kelompok orang yang mempelajari Veda. Pada sakhas itu duduk beberapa murid terpilih (dipilih berdasarkan kesetiannya pada guru dan kejujurannya) di bawah mengelilingi seorang guru. Apa-apa yang diajarkan oleh guru tersebut kemudian dikumpulkan menjadi kitab Upanisad. Karena sakhas itu banyak maka Upanisad itupun banyakpulajumlahnya.
Dari sakhas yang banyak jumlahnya itu sebagian besar lenyap dalam perjalanan jaman, dan untuk masing-masing Veda tinggal memiliki beberapa sakhas dan Upanisad yang penting-penting saja.

SWETA SWATARA UPANISAD

Kitab Swetaswatara adalah merupakan kitab Sruti yang tergolong pada kitab Taittiriya pada Yajur Weda. Nama Sweswatara tidak  jelas tetapi banyak para akhli Indologi berpendapat bahwa nama ini adalah nama Maharsi yang menghimpun dan menyusunnya Sweta artinya putih atau bersih atau suci. Aswa adalah indriya atau panca indra.
Melihat isinya dapat disimpulkan bahwa kitab Swetaswatara memusatkan pokok bahasanya pada ajaran ketuhanan yang berusaha menjelaskan bahwa otensitas ajaran menurut Weda adalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan penemuan dan penulisan kitab Swetaswatara itu dimaksud untuk lebih menjelaskan dan menegaskan bahwa ajaran Weda adalah bersifat Monothesitis.
Dalam menulis atau menyusun pokok-pokok penjelasan ajaran weda, terutama yang bersumber dari Yajur Weda itu, Maharsi telah berusaha dengan secara sistim dan metodologinya untuk memberi kejelasan tentang pengertian Tuhan yang didalam kitab itu lebih umum disebut dengan gelar Brahman (n). apa yang dibahas meliputi mulai dari pengertian, sifat-sifatnya, cara mencapai tujuan atau  sebagai jalan agar sampai pada pengertian yang benar atau sebagai jalan menuju Tuhan Yang Maha Esa. Masih banyak lagi yang dapat kita kemukakan yang tentunya untuk memahami dan mengkajinya perlu membacanya dengan teliti baik terjemahan maupun teksnya agar supaya dapat mengerti dengan jelas.
Oleh karena dasar bahasa mencakup masalah ajaran Ketuhanan, maka tidak jarang kalau kitab Swetaswatara sering dijadikan sebagai bahan referensi sumber informasi yang amat penting dalam mempelajari Theology Hindu Dharma, disamping berbagai kitab lainnya dalam mempelajari filsafat Hindu. Dari dalam kitab ini pula kita mulai mendapat kejelasan pengertian tidak saja mengenai arti Tuhan Yang Maha Esa itu saja tetapi juga tentang sifat pengertian immanen dan transcenden yang pada dasarnya memang sangat sukar untuk dicerna dan dimengerti oleh orang biasa. Demikian pula mengenai hakekat umum diterapkan oleh agama Buddha sebagai jalan menuju pada kesempurnaan hidup manusia, baik rokhani maupun jasmani.
Kitab Swetaswatara Upanisad terbagi atas enam bab. Masing-masing bab terbagi atas beberapa topic atau sub pokok bahasan yang umumnya merupakan syair-syair singkat saja. Keseluruhan isinya terdiri atas 111 sair atau sloka yang tidak sama pula panjangnya. Adapun keseluruhan isinya singkatnya adalah sebagai berikut :
þ     Bab I terdiri atas 16 sloka atau sair
þ     Bab II terdiri atas 17sloka atau sair
þ     Bab III terdiri atas 21 sloka atau sair
þ     Bab IV terdiri atas 22 sloka atau sair
þ     Bab V terdiri atas 14 sloka atau sair, dan
þ     Bab VI terdiri atas 23 sloka atau sair.
Dari daftar isi ini tampak bahwa Bab V merupakan bab terpendek, terdiri atas 14 sloka sedangkan Bab VI merupakan bab terpanjang, terdiri atas 23 sloka. Melihat dari isinya maka secara singkar garis besar pokok isi kitab Swetaswatara Upanisad ini dapat disimpulkan sebagai berikut dibawah ini.
Bab I, yaitu yang merupakan bagian pertama dari kitab itu mencoba mengungkapkan permasalahan pokok yang menjadi topik bahasan yang selalu dibahas dalam pondok-pondok pasraman antara guru Brahmana yang dianggap akhli dengan para muridnya atau cantriknya yang telah diinisiasi menjadi brahmacari. Pokok bahasan ini terutama menyangkut  pemikiran-pemikiran tentang pengertian mengenai hakekat Ketuhanan baik sebagai ajaran maupun sebagai jalan yang didalam Weda pengertiannya belum dapat dipahami dengan jelas dan tegas. Sebagai bahasan tentang hakekat itu maka para pengkaji memerlukan nama dan karena itu timbullah pemberian nama mengenai hakekat itu, yaitu dengan nama atau gelar Brahman untuk menamakan hakekat itu yang sekarang lebih kita kenal dengan nama Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nama umum. Dengan demikian maka gelar Brahman pun maksudnya adalah sebagai nama umum atau biasa yang harus dapat diterima atau sedikit-tidaknya bisa diterima secara rasional. Oleh karena itu dipersoalkan pula apakah itu identik dengan pengertian Tuhan Yang Maha Esa atau tidak.Ini satu pertanyaan yang dikemukakan dan harus dapat dijelaskan berdasarkan ungkapan-ungkapan yang ada dalam Weda (mantra) sebagai pembuktian otentik.
Sebagai dasar dikemukakan bahwa hakekat Ketuhanan adalah dasar (sumber utama) atau penyebab pertama yang adaNya tanpa ada yang mengadakan kecuali diriNya sendiri. Dia ada melainkan sendiri dan sebagai sebab Ia disebut sebagai pemberi hidup yang menghidupkan semua ciptaan ini, sebagai pencipta yang mengadakan seluruh alam semesta dengan segala isinya dan lain-lain sebaginya menurut sifat dan nama sifat atau gelar yang diberikan kepadaNya oleh manusia menurut bahasa manusia dengan sifat manusia yang menamakanNya.
Masalah kedua yang dipersoalkan adalah sifat hakekat itu sendiri yang bersifat relative yang membedakanNya dari sifat-sifat keabsolutannya yang hakiki, seperti waktu, tempat dan unsur  elemen yang pada hakekatnya merupakan hakekat sifat phenomena dan impirisis. Oleh karena masalahnya dianggap sangat sulit untuk dapat dipahami tanpa perenungan yang mendalam maka sifat pengertian dan hubunan dasar pengertian berbagai phenomena itu tidak mungkin dapat dipikirkan begitu saja tanpa perenungan yang mendalam dan dalam keheningan bathin. Dengan diperlukannya perenunganyang mendalam serta keheningan bathin maka dianggap perlu adanya satu metode pendekatan dalam perenungan itu yang melahirkan pentingnya arti yoga-samadhi dimana bila yang penerapannya diikuti dengan keyakinan yang mendalam (bhakti) maka pikiran tidak akan tergoyahkan dalam kontak hubungan kejiwaan itu.
Kontak kejiwaan ini merupakan bentuk “Samadhi” atau “dhyana – Samadhi” dimana melalui kekuatan penglihatan bathin akhirnya dapat diketahui berbagai hakekat yang berbeda-beda dari yang satu dengan yang lain, seperti Dewa Sakti, Purusa, Prakrti (Pradhana), Tri Guna, Maya sakti, dll. Demikian pula hakekat pengertian Iswara sebagai Atman atau Prakrti yang diibaratkan sebagai roda (cakra) dalam dunia lami. Penggunanan roda (cakra) sebagai perumpamaan tidak bertujuan mengidentifikasikan melainkan sekedar membantu orang awam untuk memahamiNya. Ini berarti dari alam abstrak dibawa kealam nyata, dari alam numenal kealam phenomenal.
Apa yang dikemukakan lebih jauh dalam Bab I adlaah mengenai tentang pentingnya mengetahui Brahman karena dengan pengetahuan ini akan membawa pada keselamatan bersama karena bersama-sama merasa sebagai satu persaudaraan dalam satu ikatan bathin dimana Brahman sebagai dasarnya. Dari sloka 10 bab I dapat diketahui bahwa nama Brahma tidak mutlak demikian karena Ia disebut pula dengan nama lain, misalnya, hara, yang artinya yang dipertuan atau yang dijunjung atau penguasa.
Dengan dasar pengetahuan itu maka timbul satu masalah yang harus dapat dijelaskan, yaitu, bagaimana menyadari hakekat yang bersifat numenal sebagai satu kebenaran mutlak karena apa yang ada ini sesungguhnya tidak kekal. Untuk menjelaskan hal ini maka Swetaswatara memberi keterangan dengan mempergunakan perumpamaan baru, yaitu, ibarat sang pencari api (Agni), ia harus berusaha mendapatkannya dengan cara menggosok-gosokkan dua batang kayu  sampai keluar api. Hubungan antara dua potong kayu yang sama diibaratkan sebagai lingga-yoni, yang melahirkan api setelah diusahakan dengan  kekuatan atau sakti. Apa yang dimaksud dengan kekuatan tenaga penggerak dalam hubungan ini adalah aksara OMKARA yaitu suara AUM yang dikatakan apabila pengucapannya dengan benar dan penuh keyakinan, tanpa henti-hentinya pada akhirnya akan mencapai titik puncak  pada dhyanasamadhi waktu melakukan yoga dimana akhirnya kekuatan itu mempunyai kemampuan untuk memperlihatkan apa yang dicari didalam hati atau pikiran, suatu bentuk tertentu yang merupakan hakekat yang dicari-cari. Yang tampak kelihatan itulah yang diberi nama dengan nama Iswara atau Dewata (Ista Dewata) sebagai Godhead. Hakekat itulah yang dicari dan yang tidak diketahui oleh orang yang awidya, yang tidak berkeyakinan karena tidak yakin akan kebenaran itu sehingga mudah putus asa dan gagal untuk mendapatkannya.
Adapun bab II, mencoba memberi penjelasan lebih lanjut tentang proses kejadian itu, satu proses panjang dalam mewujudkan bentuk (rupa) yang tidak mempunyai wujud, proses perubahan dari alam numenal kealam phenomenal, dari alam Sunya kealam nyata (bhawa). Sloka 1 memulai dengan pujian atau menghubungkan diri kepada yang tak nyata sebagai pemberi inspirasi atau yang memberi rangsangan pada pikiran dimana sang Perangsang itu disebut dengan nama Sawitri. Sawitri artinya yang memberi inspirasi dan sebagai alam phenomena digambarkan sebagai Dewi Fajar disanjung dan dipuji pada setiap subuh. Dengan pengaruh Sawitri, pengendali sang pikir maka tercapai satu bentuk atau rupa pada pikiran (manah) sehingga melahirkan bentuk sinar atau cahaya atau yang memancarkan terang. Dari pancaran itu melahirkan api. (Agni) yang kemudian diturunkan kedua (Prthiwi) yang lebih jauh kalau dikembalikan kepada perumpamaan itu, api timbul dari gosokkan dua buah kayu kering. Tentang sifat Sawitri dikemukakan bahwa beliau adalah penguasa alam surga (swarga) dan karena itu ilmu agama mengajarkan tentang bentuk surga yang digambarkan sebagai tempat yang terang dan didalam alam surga itu bersemayam semua para Dewa-dewa. Demikian pula makna doa atau puji-pujian sebagai rangsangan dan merupakan petunjuk jalan yang akan mengantarkan manusia kealam matahari.
Disamping hal-hal yang telah disebut diatas, bab ini juga menekankan akan pentingnya memahami pokok-pokok pengertian yoga-semadhi yang kalau dibiasakan akan mempunyai akibat baik karena bersifat ganda kepada yang mempraktekkannya, yaitu tidak saja  membuka jalan menuju kepada jalan yang benar, jalan yang diridhoi  atau disebut sebagai jalan menuju kepada Tuhan Yang Maha Esa tetapi juga akan membantu mereka untuk melihat serta memahami hakekat Yang Maha Esa dengan segala nama sifatnya yang pluralistis dan berbeda dari manusia biasa.
Bab III pada hakekatnya menjelaskan makna kasunyataan tertinggi. Apakah sebagai Yang Maha Esa, hakekat yang kekal abadi, hakekat yang maha mengetahui serta menguasai seluruh ciptaan ini.  Ia juga diperkenalkan dengan gelar Rudra, gelar yang paling umum dijumpai didalam Weda, jauh sebelum gelar Siswa diperkenalkan. Istilah Rudra sebagai gelar inipun pengertiannya tidak berbeda dari apa yang telah diberikan sebelumnya melainkan karena sifat kekuasaan yang hendak ditampilkan dilihat dari sifat lainnya Ia juga disebut Wiswa yang berarti hakekat Yang Maha Asa dan merupakan prabhawa.
Salah satu topik  terpenting dalam bab ini adalah hakekat pengertian “Bhagawan” dengan mengibaratkannya sebagai diri kosmos dan didalam Rg weda semua dikenal dengan nama Wirat Purusa atau Maha Purusa. Pengertian inilah yang membawa pada satu pengertian dasar tentang pengindraan hakekat aspek transenden itu sebagai salah satu bentuk peningkatan pengertian dari numenal atau phenomenal.
Bab IV intinya mencoba menjelaskan sifat kemajemukan Yang Maha Esa yang tampaknya dalam dunia empirisis. Dengan demikian Ia adalah Agni, Ia adalah Aditya, Ia adalah  Wayu, Ia adalah Candra, Ia adalah Praja Pati, Ia adalah laki-laki Ia adalah istri atau wanita, dll. Jadi yang berbeda-beda itu adalah bentuk nama sifat hakekat yang sama itu pula.
Bab V memulai menegaskan pengertian hakekat ke Esaan Tuhan Y.M.E yang diangap sebagai bentuk immanen dan sebagai penguasa tertinggi. Dalam hal ini konsep Godhead atau Dewata merupakan bentuk yang paling nyata dari sifat hakekat Tuhan Yang Maha Esa itu.
Bab VI mencoba merangkai hubungan pengertian antara bentuk immanen dengan bentuk permanen atau transcenden sebagai satu bentuk proses kosmos. Hakekat sifat transcenden itu digambarkan dengan satu keadaan tanpa cirri yang dapat membeda-bedakan, hakekat tanpa sifat dan karena itu tiada nama dan tidak ada bnetuk yang dapat digambarkan pada tingkat ini. Bila sampai pada tingkat pengertian itu maka tidak ada lagi keterikatan dan pada pikiran manusia tidak ada keterkaitan kecuali kekaryaan yang selaras dengan hukum kasunyataan itu. Tingkat inilah yang merupakan tingkat pencapaian moksa dan merupakan tujuan hidup teringgi dalam ajaran Hindu Dharma.
Zaman Upanisad
Kehidupan Agama Hindu pada zaman ini bersumber pada ajaran-ajaran  upanisad yang tergolong sruti yang dijelaskan secara filosofis. Konsepsi panca sradha dijadikan titik tolak pembahasan oleh para Arif bijaksana dan para Rsi melalui Upanisad, yaitu duduk didekat kaki guru untuk mendengar wejangan-wejangan suci yang bersifat rahasia, ajaran-ajaran tersebut diberikan kepada murid-muridnya yang setia dan patuh. Tempat berguru dilaksanakan dengan sytem pasraman, yaitu terbatas dihutan, ajaran upanisad Rahasiopadesa atau Aranyaka yang berarti ajaran rahasia yang ditulis dihutan. Mengenai inti pokok dan isi upanisad yang diberikan adalah pembahasan hakekat panca sradha tattwa.
     Jumlah semua kitab upanisad ada 108 dan tiap veda samhita mempunyai upanisad, antara lain:
Ø      Rgveda, mempunyai Aitareya dan kausitaki upanisad.
Ø      Samaveda, mempunyai chandogya, kena dan maitreyi upanisad.
Ø      Yajurveda, mempunyai taittriya, svetas vatara, ksirika, brhadaranyakadan jabala upanisad.
Ø      Atharvaveda, mempunyai prasna, mandukya dan atharvasira upanisad.
Tuntunan-tuntunan keagamaan pada zaman upanisad diarahkan untuk meninggalkan ikatan keduniawian dan kembali keasal sebagai tujuan akhir mencapai moksa untuk menyatu dengan Brahman. System hidup kerohanian melalui pasraman-pasraman itu kemudian menimbulkan munculnya berbagai aliran filsafat keagamaan yang masing-masing menunjukan cara atau jalan untuk mencapai moksa itu.
a.      Kelompok astika yang disebut juga Sad Darsana meliputi :
a    Nyaya
a    Vaisiseka
a    Mimamsa
a    Samkhya
a    Yoga  
a    Vedanta
b.     Kelompok nastika meliputi :
a    Budha
a    Carvaka
a    Jaina

Photo Flash Maker 5.2

Photo Flash Maker 5.2


http://nemocrack.ucoz.ru/_nw/24/64011457.jpg




Photo Flash Maker Pro - program untuk membuat animasi FLASH-tampilan slidefoto digital konvensional. Utilitas ini memberikan efek transisi lebih dari 200, satugambar lain, memiliki berbagai penampilan topik dan memungkinkan Anda untuk mengatur iringan musik. Dalam pengaturan utilitas, Anda dapat menentukandurasi satu foto dan waktu transisi untuk gambar yang berbeda.

Fitur:
  • Tambahkan foto dan musik. Program ini mendukung JPG, TIFF, BMP danPNG file. Anda juga dapat menambahkan musik latar dalam format MP3,WMA dan file WAV atau langsung memotong dan menyisipkan track audiodari CD-ROM.
  • Pilihan template, Flash. Ada puluhan siap digunakan untuk-Flash templateuntuk memilih dari. Setiap template dapat disesuaikan sehingga Anda dapat dengan mudah membuat apa yang Anda inginkan.
  • Ekspor Flash slide show. Foto slideshow dapat diekspor sebagai file SWFindividu, atau XML-Driven Flash slideshow. Program ini juga dapat merekamacara Flash slide pada CD / DVD.
  • Mempromosikan dan berbagi. Buat Flash tampilan slide dapatdipublikasikan di situs web dengan kode HTML sederhana. Slide jugamogutt dibangun menjadi MySpace, Blogger dan banyak situs sosiallainnya....
Size, OS: 25.78 Mb, Windows 7/Vista/XP
Language: English, Russian

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More